KISAH BANGKU TUA
4 tahun sudah
aku hidup disini, di negeri yang menuntut kedewasaan hati, namun kali ini aku
bukan ingin menceritakan hati, aku lebih tertarik pada bangku tua yang seolah
sabar tanpa kata apalagi menuntut ketika penghuninya mulai pergi meniggalkan
dan bergantikan sesorang yng baru..
Bangku tua
lusuh yng dipenuhi coretan coretan kenangan, begitu tegarnya dia berdiam di
kelas tanpa tersentuh, kelas terkhir semester ini ku pandangi lama, disini
kenangan ku mulai tercipta, disini aku memiliki begitu banyak sahabat, disini
aku selalu bercengkram dengan mereka, yaa dulu disini begitu indah, namun kini
tiba giliran ku untuk mulai beranjak meninggalkan bangku tua sendiri, membiarkan
dia menemukan seseorang yng lain menciptakan kenangan yang berbeda..
Dalam khusuknya
membayangi kenangan kenangan itu, terdengar suara lirih berbisik ditelinga,
"kau tau betapa lelahnya aku berdiam selama
ini"
"Kau tau bagaimana rasanya menjadi bagian dari
kenangan yng terlupakan"
Siapa itu..??
Aku terhenyak mendengar suara itu...
Kau kah ..??
Tidak mungkin..???
Lalu suara
siapa yang kudengar tadi.. " tak perlu risau, aku hanya ingin
berbagi kisah dengan mu"
Bangku tua..??
***
"ya, ini aku yang kau sebut sebagai bangku tua,
diam saja tak perlu banyak merespon atau bertanya, aku tau kau cukup mampu
untuk mendengarkan kisah ku.."
Aku..??
Entah lah
berasal dari mana aku lupa, bahkan nama kerabat ku sendiri telah lupa, mungkin
benar, memang sudah tua, namun aku masih mengingat dengan jelas bagaimana aku
tumbuh bersama teman teman liar dihutan, mulai dari setiap akar ku yang selalu
berebut makanan untuk tumbuh kembang hingga bercengkrama bersama angin,
besenandung ria..
Aku tak pernah
membayangkan bahwa akan berakhir disini disudut kelas paling ujung, menampung
setiap kenangan dan ditinggalkan ketika senja bertandang.. Tak banyak kenangan
mereka yang masih tersimpan, boleh jadi aku telah melupakannya, lebih tepatnya
memang sengaja diabaikan, toh untuk apa menyimpannya mereka tak pernah
memperhitungkan ku sebagai bagian dari kisah itu..
Beberapa tahun
ini seolah tak tersentuh, berselimut debu dibagian belakang tak ada yang minat
menemani, hingga kau datang dan seolah mengajak ku bercengkrama..
Aku
mengingatnya, ketika kau selalu memilih ku saat mereka menyebutnya "masa ujian datang", ya kau selalu memilih
berdiam bersama ku di sudut kelas bagian belakang, beberapa kali aku memang
sering memperhatikan mu dan selalu menunggu katanya "masa ujian itu datang.." tak pasti memang terkaan ku
tapi sepertinya kau punya alasan knapa selalu memilih duduk bersama ku dibagian
sudut belakang kelas itu..
Aku senang bisa
mengenal mu 4 tahun ini, meski tidak setiap hari kau berkunjung. Ada beberapa
pertanyaan yang ingin kuajukan pada mu, tak mengapa aku tak membutuhkan jawab
mu, bukankah tidak semua hal harus terikat pada definisi yang ada..
Suatu ketika
dari kejauhan aku mendengar suara tangis, aku yakin itu engkau, “mengapa..??”
Andai kau tau
aku, mungkin kau mau berbagi kisah dengan ku namun itu memunculkan pertanyaan
baru,
Pada tahun
terakhir apa sebab kau ingin mendengar kisah ku..?? ***
Bangku tua..??
Seolah masih
tidak percaya dengan kisahnya, Kau mengingatkan ku pada sesuatu.. Pada ujung
kelas ditempat yang strategis, perlahan aku mulai tersenyum.. Kau benar, kala
itu aku sedang memperhatikan dia..
Tak mengerti
apa indahnya hanya memandang dari kejauhan, mungkin kita bertemu karena kisah
yang konyol "diabaikan", dan
tangisan itu, mungkin kau juga pernah menangis diam seperti ku, bukan..?? Tak
kusangka kau mengerti.. Mungkin dulu kau dan aku masih sangat muda untuk menerima
semua lelah itu.. Tapi tidak mengapa wahai bangku tua, semua sudah berlalu jauh
dibelakang, tak perlu mengutuk, berdamai sekarang telah menjadi pilihanku untuk
menerima semua kisah pilu sekarang ataupun nanti..
Serta perihal
pada tahun terakhir kepergianku.. Aku hanya ingin berterima kasih telah
membiarkanmu kosong untuk aku berdiam memandang dia.. Kau benar, jika saja aku
lebih awal menyapa mu, mungkin kau takkan kuabaikan, mungkin kau tak serenta
ini untuk mengingat kisah mu..
Komentar