Hujan Bulan Juni
Tak ada yang
lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
Seperti
hujan yang datang tiba-tiba. Seketika kau hadir di hidupku, mewarnai hari-hari
yang mulai sunyi. Tak ada kata yang kau ucap, tak ada bait yang kau tulis, tapi
pesan itu sampai padaku: berlarilah bersamaku, merintik di dedaunan, terserap
ke dalam tumbuh-tumbuhan, atau mengalir ke samudera. Kau rayu aku dengan
kelembutan, dan aku menyerah. Aku ingin hanyut denganmu tapi tak bisa. Maka
biarkanlah saja aku menjadi bunga, yang turut menyicipi segarnya tetesanmu
meski barangkali tak ikut hanyut ke laut.
Tak ada yang
lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
Seperti
hujan yang turun tanpa kompromi. Pesona lugumu menghapus semua kenangan hingga
yang tersisa hanyalah saat ini dan dirimu. Jadi boleh aku mengucap ‘terima
kasih’? Sebab keraguan itu luruh bersama jatuhnya dirimu yang semakin deras.
Tapi tetap saja aku dan kau bukan siapa-siapa. Keraguan boleh tiada, tapi
kepastian juga harus segera. Maka maafkan aku yang di sini-sini saja karena tak
bisa apa-apa.
Tak ada yang
lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
Seperti
gerimis. Kau hadir hampir tanpa suara. Kau masuk tanpa mengetuk. Adakah kau
merasakan ketakberdayaan itu? Bahwa aku hanya bisa duduk di sini menunggu dan
tak punya daya untuk berbuat sesuatu. Jadi akankah kini kau pergi tanpa
permisi?
Annisa Larasaty
Komentar